Tani Jaya Bersatu Turun ke Jalan, Desak Pembentukan Tim Independen Usut Longsor KM 28

redaksi

Diarykaltim.co, Samarinda – Aliansi Pemuda Tani Jaya Bersatu kembali menggelar aksi protes pada Kamis (26/6/2025) dengan menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur. Aksi tersebut digelar untuk mendesak pembentukan tim independen guna mengungkap penyebab longsor di KM 28, Desa Batuah, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Ketua Aliansi, Andi Hafiz, menyatakan bahwa hingga kini belum ada kejelasan atau tindak lanjut konkret dari hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang sebelumnya menyarankan dibentuknya tim penyelidikan independen terhadap peristiwa tersebut.

“Kami turun ke jalan karena hingga hari ini belum ada realisasi pembentukan tim independen yang akan menyelidiki penyebab longsor di KM 28, padahal isu ini sudah dibahas dalam forum RDP,” kata Andi Hafiz.

Aksi tersebut digelar serentak di dua lokasi berbeda, yakni di Samarinda dan di Jakarta. Di ibu kota, massa aksi mendatangi langsung kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI untuk menyuarakan tuntutan mereka.

“Permintaan kami sederhana—segera bentuk tim independen yang kredibel dan tidak berpihak. Pemerintah tidak boleh terus membiarkan masalah ini tanpa penyelesaian yang nyata,” tegas Hafiz.

Di sisi lain, Ronni Hidayatullah, Ketua Tim Kuasa Hukum Aliansi, menyoroti pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam proses investigasi. Menurutnya, kehadiran unsur masyarakat dalam tim tersebut sangat diperlukan demi menjaga transparansi dan akuntabilitas hasilnya.

“Tim independen yang dibentuk harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan, termasuk warga dari Komunitas Tani Jaya yang menjadi korban langsung dari peristiwa ini,” ujarnya.

Ronni mengungkapkan bahwa berdasarkan kajian internal aliansi, terdapat dugaan kuat bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Bara Multi Sukses Sarana (PT BSSR) menjadi faktor penyebab terjadinya longsor di KM 28. Ia mendesak agar Kementerian ESDM segera memberlakukan penghentian sementara terhadap seluruh aktivitas tambang perusahaan tersebut, mengingat adanya indikasi upaya penghilangan bukti setelah pelaksanaan RDP.

“Kementerian ESDM harus segera turun tangan dan mengecek langsung kondisi di lokasi, termasuk dugaan bahwa PT. BSSR tengah melakukan pembersihan atau penghilangan bukti (disposal). Jika diperlukan, inspektorat wajib bertindak tegas dengan menghentikan semua kegiatan pertambangan sampai persoalan ini ditangani secara serius,” tegas Ronni.

Ia juga menyoroti bahwa operasional tambang PT. BSSR telah melanggar ketentuan hukum, khususnya mengenai batas aman antara lokasi tambang dan wilayah permukiman warga.

“Dalam regulasi yang tertuang pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 disebutkan bahwa jarak minimum antara area pertambangan dan rumah penduduk adalah 500 meter. Namun, di KM 28, Desa Batuah, kegiatan tambang berlangsung hanya sekitar 100 meter dari hunian warga. Ini merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan yang berlaku,” jelasnya.

Di akhir pernyataannya, Ronni menegaskan komitmen pihaknya untuk terus mengawal persoalan ini hingga tuntas.

“Kami akan terus bergerak dan tidak tinggal diam. Perjuangan ini akan berlanjut sampai ada tindakan nyata dari pemerintah dan pertanggungjawaban dari perusahaan,” tutupnya.

Also Read

Tinggalkan komentar